Jumat, Desember 21, 2012

Aku Ingin Bersamamu di Surga Yang Sama

 
Aku kenal dirimu mungkin belum lama, tapi tiap saat ngobrol denganmu, aku seperti mengenalmu dibanding diriku sendiri. Hanya lewat gtlak atau bbm yang kau kirimkan saja seolah-olah dirimu seperti saudara dekatku. Mungkin itulah yang namanya ikatan hati. Sampai suatu saat kau bercerita tentang sakit kanker otakmu yang belum jua sembuh. Dan masih harus mengasuh kedua buah hatimu. Rasanya tak sanggup membayangkan bagaimana kehidupanmu disana. Kadang kau tuliskan semua ceritamu lewat tulisan di blogmu atau di status bbmmu. Hingga aku tahu sakitmu sudah semakin parah. 

Waktu yang divonis dokter tidak begitu lama itu, masih juga kau sempatkan untuk tetap mengisi taklim ibu-ibu dimana-mana. Tak kau rasakan sakit yang kau derita selama ini. Syukurlah saudariku, engkau dikaruniakan seorang suami yang selalu sabar dan setia mendampingimu.

Sampai suatu ketika, engkau kirimkan pesan lewat bbm kepadaku malam itu. "Ukhti..kalau suatu saat aku meninggal lebih dulu, jangan tangisi aku ya, cukup doakan aku saja, atau tersenyum saat mengenangku. Pengin rasanya ketemu ukhti untuk yang pertama dan terakhir kalinya, tapi sepertinya waktuku sudah tak mungkin lagi. Persahabatan indah kita akan ku kenang sampai ke akhirat nanti dan aku berharap kita disana nanti bisa berkumpul di surga yang sama."

Meleleh airmataku membaca pesanmu, rasanya jemari ini gemetar untuk membalasnya. " Ukhti, sungguh luarbiasa dirimu, aku tak kan mungkin bisa disurga yang sama denganmu. Apalah diriku ini yang masih sedikit sekali bekalku menghadap-Nya. Halaqohmu banyak dan kau tak pernah mengeluh. Sedangkan aku, memegang halaqoh satu aja sering mengeluh. Terimakasih engkau telah menjadi sahabat yang baik buatku. Walaupun kita tidak bisa bertemu. Maafkan aku yang tidak bisa menemuimu diseberang sana. Namun harapanku, aku ingin mendekapmu di surga nanti."

Lama sekali aku menunggu balasan bbm darinya, satu jam..dua jam..sampai akhirnya subuh berlalu, sebuah pesan muncul di bbmku."Assalamualaikum ukhti, saya menyampaikan amanah dari istri saya, kalau dia sudah pergi menghadap Rabb-Nya dengan tenang. Maafkanlah semua kesalahannya dan doakan dia diterima semua amal sholehnya di dunia." dari suami Hilda.

Gemetar rasanya tangan ini, tak sanggup lagi memegang handphone apalagi membaca ulang pesan itu. Rasanya begitu cepat waktu itu berlalu. Mengenalmu hanya lewat dunia maya. Tapi seperti mengenalmu di dunia nyata ini. Bagiku, engkau adalah sahabat yang terbaik. Selamat jalan Ukhti Hilda..Aku yakin engkau akan menggapai surga yang engkau impikan. Semoga aku bisa mengejarmu dan bertemu denganmu disana nanti Ukhti.


#hanya coretan kecil disela waktuku, untuk sahabat-sahabat fs tercinta....
cuma khayalan...:)

Rabu, Maret 28, 2012

Maher Zain - Number One for Me (Mother)

I was a foolish little child
Crazy things I used to do
And all the pain i put you through
Mama now I’m here for you

For all the times I made you cry
The days I told you lies
Now it’s time for you to rise
For all the things you sacrificed

Oooh
If I could turn back time rewind
If I could make it undone I swear that I would
I would make it up to you
Oooh
If I could turn back time rewind
If I could make it undone I swear that I would
I would make it up to you

Mom I'm all grown up now
I'ts a brand new day
I'd like to put a smile on your face everyday

Mom I'm all grown up now
And it's not too late
I'd like to put a smile on your face everyday

You know you are The Number One for me
You know you are The Number One for me
You know you are The Number One for me
Number One for me

Now I finally understand
That famous line
About the day I’d face in time
‘Cos now I have a child of mine

Even though I was so bad
I’ve learnt so much from you
Now i’m trying to do it to
Luv my kids the way you do

There’s no one in this world
That can take your place

Ooo I’m sorry for ever taken you for granted

I will use every chance I get
To make you smile
Whenever I’m around you

Now I will try to love you
Like you love me
Only God knows how much you mean to me

Minggu, Februari 19, 2012

Kopi Kehidupan

Sering apa yang kita harapkan dalam hidup ini sesuai dengan keinginan kita dan doa kita kepada Allah SWT. Namun tidak sedikit apa yang kita peroleh lain dari apa yang kita harapkan. Orang yang putus asa adalah orang yang lelah berdoa, lelah meminta segala kebaikan-Nya. Sedangkan keyakinan akan doa-doa kita, insyaallah akan terus menjadi pemicu semangat kita untuk terus meminta pada-Nya. Karena keyakinan itulah, Allah SWT sebenarnya telah memberikan yang terbaik untuk kita. Untuk perjalanan hidup kita. Bisa jadi hari ini kita tidak mendapatkan apa yang kita minta. Akan tetapi suatu saat nanti Allah SWT justru akan memberi ganti dengan yang lebih baik lagi dari yang kita minta.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar (QS. Ali Imran:142).

Seperti secangkir kopi, setiap orang pasti tetap menyukainya. Apalagi jika ditambah dengan susu atau gula akan bertambah lagi nikmatnya. Demikian juga kopi kehidupan, meskipun pahit, semua akan terasa manis dan lezat apabila ditambah dengan satu sendok kesabaran,atau satu sendok kesyukuran. Nikmat Allah SWT amatlah banyak, tak kuasa kita menghitungnya. Anggaplah satu nikmat yang belum kita rasakan, akan tetapi sudah banyak sekali nikmat lainnya yang telah diberikan Allah kepada kita. Semoga kita senantiasa bersyukur dan bersabar akan segala nikmat dan ujian yang dipersembahkan Allah SWT untuk kita. Aamiin.

Jumat, Februari 17, 2012

Mimpiku di Pulau Kecil

Mimpiku saat pagi menjelang
Setitik embun menetes direlung hatiku
Menghilangkan segala penat lelahku
Memberi semangat kembali merenda hariku

Mimpiku saat mentari perlahan berjalan diatas kepalaku
Kutemukan senyum-senyum ketulusan
Kutemukan tangan-tangan yang ringan bergandengtangan
Kutemukan jiwa-jiwa yang mesra berpelukan
Jiwa-jiwa yang saling memaafkan
Jiwa-jiwa yang saling menutup kekurangan
Jiwa-jiwa yang saling asah..asih..dan asuh..

Mimpiku saat mentari beranjak pergi
Kurebahkan tubuh penatku bersama kicauan tawa anak-anakku
Melepaskan segala kelelahan tanpa sedikitpun beban perasaan
Lalu terlelap kembali dalam kedamaian malam
Malam yang selalu menumbuhkan sel-sel baru
Yang akan membangunkan tubuhku kembali
Di pagiku yang biru..

Selasa, Februari 07, 2012

Catatan Senja Hari

Dua hari masuk kantor, terasa pikiran masih juga belum konek. Sementara tugas sudah menumpuk di meja cubicleku. Kenyamanan suasana diklat AR seminggu kemarin, telah membuat aku terlena. Makan, tidur, dengerin ceramah, jalan-jalan keliling Jakarta sama teman-teman, benar-benar telah melupakanku dari beban penerimaan kantor . Pesan dosen pengajarku, Cintailah pekerjaanmu. Tapi rasanya cinta itu belum juga bisa melekat dihatiku.

Sore tadi, di suatu forum diskusi, ada berita penawaran beasiswa S2 Dalam Negeri dari BPPK Kementrian Keuangan. Terbesit dalam hatiku ingin ikut seleksi kuliah gratis lagi. Tanya teman sana-sini, susahkah tesnya, ada tes TPA, Psikologi, Toefl. IPK sih lumayan terpenuhi, umur juga nggak menghalangi. Tapi tetap saja masih ada keraguan di dalam hati.

Sepulang aku dari kantor, anak pertamaku Azzam, usai bermain bola, langsung menghampiriku, bercerita dengan penuh semangatnya. “Ummi..tadi aku diikutkan seleksi tim sepakbola sekolah..dan aku lulus,”ceritanya. Pertandingan dilaksanakan nanti tanggal 16 Pebruari 2012. Aku mendengar ceritanya penuh rasa gembira. Hobynya main bola, tapi baru kali ini ada kesempatan menguji kemampuannya. Satu lagi, dia juga mewakili lomba catur. Kalau dia cerita,dia selalu menang main catur.

Duuuh nak..ternyata engkau memberi nasehat yang luar biasa untukku. Allah mengingatkan diriku lewat kepolosanmu. Apa sih yang aku cari? Anak-anak begitu bahagia saat ayah ibunya ada disisinya. Terutama Azzam. Saat dia butuh dukungan dan semangat, saat dia butuh tempat bercerita, dan dia sering menemukannya padaku, Ibunya. Alangkah naifnya, kalau suatu saat aku tidak ada disisinya. Terbayang saat aku dulu ikut kuliah gratis juga, kami harus terpisah karena keadaan yang serba kepepet.

Bagiku seleksi tim sepakbolamu lebih berharga daripada seleksi kuliah gratisku yang serba belum pasti. Menemanimu, memberi semangat buatmu, adalah kesempatan emas. Selama waktu masih memberi kesempatan kita bersama, tak akan aku sia-siakan. Engkau lebih berharga dari dunia seisinya. Selamat Berjuang Azzam yang aku cintai. Walaupun engkau suka main bola, aku yakin sholat lima waktumu dan hafalan Al Quranmu tidak pernah terlewati. Jadilah pemain sepak bola yang beriman dimanapun engkau berada. Semoga Allah SWT selalu membersamai kita dalam setiap langkah kita. I Love You ..Azzam.

Kamis, Januari 05, 2012

Ketika TARBIYAH (kita) bermasalah

Siapa sih yang tidak kenal aktivitas tarbiyah dan para kadernya saat ini? Tidaklah sulit mengenali mereka, baik dari segi penampilan orang-orangnya maupun wadah yang menaunginya. Barangkali istilah liqo dan halaqoh sudah tidak asing lagi bagi telinga sebagian besar orang, meski bukan melulu istilah satu pihak tapi setidaknya istilah tersebut lebih akrab melekat pada teman-teman yang berkecimpung dengan aktivitas tarbiyah.

Pendeknya dunia tarbiyah adalah sebuah dunia yang tenang dan damai, penuh idealisme dengan pikiran-pikiran yang jernih dan jiwa-jiwa yang ikhlas. Sebuah dunia yang putih dengan nuansa spiritual dan ubudiyah yang kental, dimasjid-masjid dan dimajelis-majelis ilmu yang penuh cahaya dan rahmat, tempat siapapun yang ingin mensucikan jiwa, menambah ilmu, bersaudara dan bekerja sama.

Seakan semua bentuk kebaikan saat ini lebih 'pas' dan menjadi trade mark mereka. Saya memastikan diri sebagai orang yang tidak gampang terpesona dengan semangat 'akrobatik' yang kerap berkobar didada mereka yang sering mendekripsikan diri sebagai pembela Islam dan istilah-istilah heroik lainnya.
Kenyataan sering kali membuktikan bahwa semangat ruhiyah dan pembelaan tidak selalu berjalan paralel dengan tingkat kepahaman seseorang. Itulah sebabnya Hasan al Banna menempatkan konsep al fahmu yang bermakna kepahaman seseorang pada point nomor satu dalam rumusan 'arkanul baiatnya'. Bahwa perjalanan jama’ah ini sangat panjang. Untuk hidup di dalamnya tidak saja dibutuhkan semangat dan ghiroh keislaman namun juga kepahamanan tentang arah kemana kita akan membangun Islam dalam bingkai kesolidan berjama’ah, begitulah kira-kira maknanya. Jauh sebelum itu, Umar bin Khothob pernah menolak kesaksian seseorang hanya karena saksi tersebut sering melihat terdakwa sering beribadah di masjid. Bukankah itu kata lain dari "don't judge the book by it cover?”
Bukan tanpa alasan, coba tengoklah bagaimana sikap Khawarij terhadap pembagian ghanimah Rasulullah. Bukankah itu bibit awal pembangkangan terhadap qiyadah (pimpinan)? Bani Tamim sebagai cikal bakal khawarij adalah kabilah yang sangat antusias terhadap Islam. Ruhiyah mereka bahkan sulit tertandingi. Kesholihan dan kezuhudan mereka ibarat menu yang tak pernah lepas dari kesehariannya. Tanpa bekal kepahaman, hanya akan melahirkan kekerdilan hingga Rasulullahpun mengibaratkan mereka sebagai anak panah yang lepas dari busurnya.

Point kepahaman yang ingin kita garis bawahi disini adalah fokus pada masalah kehidupan berjama'ah atau yang disebut dengan al Jama'ah. Ketika kita merelakan diri untuk berjama’ah dalam memecahkan setiap masalah keummatan pada saat itu pula kita harus menyadari bahwa jenak-jenak kehidupan berjamaah selalu ada masalah. Suka atau tidak, kenyataan tentang beda pandangan, adu pendapat dan sebagainya kerap sulit dihindarkan.
Sikap kstaria sangat diperlukan disini. Setiap masalah yang muncul bukan untuk dihindari, lari dari kenyataan kemudian uzlah (menyendiri). Itu bukanlah solusi cerdas yang dicontohkan Rasulullah. Yang paling bagus adalah menata bagaimana kita mensikapi setiap masalah yang terjadi. Maka yang harus segera dipahami adalah jama'ah tarbiyah bukanlah representasi dari kumpulan orang-orang suci yang bebas dari segala bentuk masalah, kesalahan dan kealpaan. Setiap orang punya potensi melakukan kesalahan, karenanya Rasulullah menegaskan,"Tiap anak adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah mereka yang bertaubat"
Kadang yang tidak segera dipahami adalah sikap over estimate seseorang terhadap orang-orang tarbiyah yang denganya sudah cukup menghapus sebagian memori bahwa mereka juga manusia biasa yang tak bebas dari kesalahan. Doktrin tentang kesholihan membuat sebagian besar orang tak percaya bahwa ternyata ada aktivis tarbiyah yang bermasalah. Telunjuk jatuh dan palu pun diketuk, kesalahan semata tertuju kepada mereka yang telah tertarbiyah namun bermasalah. Sikap inilah yang kemudian berpotensi melahirkan kekecewaan. Dan pelarian pun menjadi teman akrab mereka yang kecewa. Dia lupa bahwa dirinyapun pernah berbuat dan berperilaku seperti bahkan lebih dari apa yang dikecewakannya. Inilah salah satu potret semangat keislaman yang meluap-luap namun tak kunjung usai menemui masa dewasanya
Memandang setiap masalah dengan kacamata masalah adalah masalah itu sendiri. Tidak hadir liqo masalah, tidak bayar infaq masalah, tidak mengikuti putusan murrobi masalah, tidak memenuhi tuntutan kerja sesuai kriteria masalah, tidak menikah sesuai kriteria murrobi juga masalah. Memang benar semua hal diatas punya potensi masalah namun setelah diselami dan didalami bisa jadi tidak ada masalah satupun yang dijumpai.

Lebih tegas lagi, memandang setiap persoalan melulu dengan kacamata masalah adalah tanda ketidakdewasaan untuk tidak menyebut sebagai kepicikan. Bukankah menjadi PNS dimasa ta'sis juga pernah dianggap masalah? Bukankah punya isteri yang berkerja dulu juga bermasalah? Dan sayapun pernah mengalami masa-masa itu.
Yang lebih parah dari itu, jika masalah dan bukan masalah diukur dan ditimbang dengan frame selera bukan syar'iah. Waduh! jika ini menjadi wabah tentu akan sangat rumit dan tak bisa dihitung akibat non materialnya, sangat tak terhingga. Karena orang yang benar secara syar'iah bisa menjadi masalah dan orang yang salah secara syari'ah bisa menjadi benar. Dan bisa jadi seorang murrobi sedemikan rupa membela binaannya hanya berdasar pada nilai ‘contrengan’ tiap pekannya. Padahal sudah terang pelanggaran syar'iah yang telah dilakukannya.
Kehidupan berjamaah adalah kehidupan yang penuh dengan keindahan, kesejukan dan kedamaian. Jika wabah kalimat bermasalah sudah menjangkiti hampir seluruh anggotanya, tak ayal lagi akan membuat orang tidak lagi betah hidup didalamnya. Kerindangan yang dirindukan setiap orang berubah menjadi kegersangan. Berjamaah yang seharusnya melahirkan solusi berubah menjadi bencana. Dan setiap individu yang tak lagi merasakan kenyamanan pastilah ingin segera berlepas diri.
Tentu kita tidak menginginkan semua itu terjadi. Oleh karenanya mulai saat ini mari kita bangun tradisi baru, 'memandang setiap masalah dengan kacamata solusi dan menyelesaikan masalah tanpa masalah'. Lihatlah amarah para sahabat ketika melihat orang badui yang kencing dalam masjid? Tetapi Rasulullah punya cara pandang lain. Memandang masalah dengan solusi, kencing bisa ditanggulangi dan masalah tuntas dengan do'a badui untuk Rasulullah. Begitulah seharusnya kita meneladani.

Semangat menyelesaikan masalah sudah seharusnya menjadi sesuatu yang 'inhern' disetiap dada anggota jama'ah tarbiyah. Karenanya memandang banyak orang bermasalah dan hanya dirinya saja yang benar adalah penyakit kronik yang harus segera disadari. Jika tidak maka semangat memojokkan dan mempermalukan akan terus mewabah, bahkan seseorang rela berbohong demi kepuasan. Lahirlah argumentasi fantastis yang seakan tak perlu di cek ulang. Maka sempurnalah derita orang yang telah dianggap bermasalah karena menjadi kosumsi negatif anggota jama’ah tarbiyah lainnya secara masif. Sedih kan?

Ironinya meski sadar kalimat masalah bakal menuai prahara tetapi betapa kita selalu tergoda untuk mengungkapkannya, tanpa beban?. Ia meluncur begitu saja dari pikiran dan lisan yang seharusnya bisa dijaga. Apatah lagi jika ia keluar dari lisan para pembesar, berat dan sangat menenggelamkan. Haruskah korban berjatuhan karena sebuah kalimat bermasalah yang semestinya kita menutupnya rapat-rapat? Dan sangat disayangkan jika yang menjadi korban adalah mereka yang punya potensi bagus, talenta dan skill yang mumpuni untuk turut menyelesaikan masalah keummatan. Na'udzubillah.

Sumber : Fathurrahman Al Fath